KONSEP
TENTANG ILAHI, ALAM SEMESTA DAN MANUSIA DALAM ALUK TODOLO
Menurut
litani yang diucapkan pada upacara-upacara penyembahan kepada dewa terutama
pada upacara-upacara besar. Pada mulanya alam semesta ini belum berbentuk,
masih pejal dan gelap gulita. Belum ada Langit, matahari, bulan dan bintang.
Belum ada daratan, gunung, lembah, sungai dan sawah, belum ada manusia,
binatang dan tumbuhan, belum ada laut dan ikan. Langit langit dan bumi masih
bertelangkup belum berpisah. Dari perkawinan langit dan bumi itu, lahirlah dewa
tiga serangkai (Puang Titanan Tallu Samba’ Batu Lalikan artinya dewa yang
bersama-sama membentuk segitiga seperti ketiga tungku). Tiga serangkai itu
ialah Gauntikembong yang bersemayam di Langit, Pong Banggairante yang
bersemayam di bumi, Pong Tulakpadang yang memilih tempat dibawah Bumi. Pada
litani lain dikatakan bahwa pada mulanya ketika langit dan bumi masih
bertelangkup Puang Matua menekan bumi ke bawah dan menolak langit ke atas
sehingga terhamparlah bumi luas dan melengkunglah langit besar. Jadi para dewa
berada di dalam kosmos dan lahir dari para kosmos, anak langit dan bumu (Anakna
Langi’ na Anakna Lino).
Setelah
dunia terbentuk maka para dewa mendiami tiga aspek alam semesta. Kelompo Gaun
Tikembong mendiami Langit, Pong Banggairante mendiami bumi dan Pong Tulakpadang
mendiami bawah bumi. Pada langit tertinggi berdiamlah Puang Matua. Sebagai dewa
yang tertinggi, yang membentuk langit dan bumi, dan menjadikan segala isinya
Puang Matua adalah dewa yang maha kuasa, maha kasih, yang memeliharakan dunia dengan
segala isinya. Kita dapat membedakan dewa dengan alam semesta tetapi tidak
dapat memisahkan secara nyata dan jelas. Dewa berada di dalam kosmos, lahir
dari kosmos dan kembali berada di dalam kosmos. Kosmos melahirkan dewa tetapi
kosmos itu sendiri dijadikan oleh Puang Matua. Dewa dan kosmos terjalin secara
sintetis. Karena itu kehadiran ilahi dapat dialami dimana-mana, misalnya dalam
hutan, dalam sungai, dalam makanan dalam rumah dan setrusnya. Dewa berada di
hutan (Deata Pangala’ Tamman). Berada di gunung (Deata Sopai) berada di sungai
(deata Salu Sa’dan). Pada besi (Deatanna Bassi). Pada makanan (Deatanna Bo’bo),
di Sumur (Deata Bubun) dan seterusnya. Kutipan litani dibawah ini melukiskan
bagaimana awalnya dewa itu ada.
Apa
ia tonna tiparandukna Tonna ka’nan tipaotonna Bendanpa ia lilli’na pirri’
Naluangpa ia pa’tang gana-gana Tang tibungka’pa ia ba’ba masiang Tang
dikillangpa pentutuan lipu’ Tang sombopa barrean allo Tang payanpa sampena
bulan Tang tiborri’pa tutunna lalan Tang Tie’te’pa mata kalambunan Tang
didandanpa buntu madao Tang dibato’pa tanete ma’dandan Tang payanpa rante
kalua’ Tang tiborri’na pangkalo’ puang Pa’depa lolokna riu Pa’depa bulunna
padang Pa’depa kakayuan Tangkombongpa kapanggalaran Pa’depa lepongan tondok
Tang tiborri’pa semberan matakali Pa’depa torro tolino sola sanda rangka’na
Pa’depa kurrean manuk, pakandean bai Apa dadiri ia Puang Matua lan silopakna
langi’ na lino Apa kombongri ia Tokaubanan lan Siamma’na batara tua anna
lipu’na daenan Anna sukku’ tampa rapa’na Tokaubanan Natemme’i tu tana na
gundanggi tu langi’ Tibungka’mi langi’ kalua’ Tiampanmi rante masangka’ Setelah
membentuk langit dan bumi, Puang Matua membentuk Nenek Moyang Asal (NMA) dari
alam semesta.
Ditempahnya Nenek Moyang Asal (NMA) matahari, bulan, hujan, manusia,
binatang, tumbuhan, besi, batu, sirih, ipuh, enau. Pada mulanya NMA-NMA dari
seluruh isi kosmos yang dibuat di langit itu tinggal di langit bersama Puang
Matua. Mereka bergaul akrab di sana dibawah tuntunan aluk dan pemali. Puang
Matua menetapkan bagi mereka tatatertib (aluk) untuk menjamin kelestarian alam
semesta, mengajarkan mereka melakukan ritus-ritus persembahan kepada dewa-dewa
dan leluhur. Sebagai mahkluk-mahkluk penghuni langit maka merekapun pada
hakekatnya ilahi pula. Dalam percakapan dengan Puang Matua mereka memilih
tempatnya dan fungsinya masing-masing.
No comments:
Post a Comment